Sunday, April 25, 2010

Ma Soeur, Mon Frère

If one ask me,”Whom do you love best after your parents?”
I’ll directly say “My sister and my brother”
If ones asks me,” Who has the most influence to you until now?”
I’ll definitely answer “It has to be my sister and my brother”.
I simply cherish and adore them. I love them very much. That’s it.

What do you think of siblings?
Do you ever think siblings as nuisance, disturbance, something you don’t need, someone whose existence is not important, and someone you’d rather get rid off? Or even perhaps, someone whom you (ever) hope to die?
I hope you'll say: "What?! What do you mean? Of course not.. they're good people..."

Well, I have to say, at my younger age, I didn’t think much about my sister and my brother, I don’t care so much of them. I was full of myself. When the young me irritated by my brother, I even thought “I hate him! He doesn’t understand me! Does he need to yell that loud to me?!” When I wanted to play a bit and don’t have anyone to play with, I came close to my sister. But at the time she was bad mood and didn’t want to play with a kid like me, I used to think “Sis didn’t care of me. ALLRIGHT, I don’t need you! See, I can play by my self!” I used to think I don’t want to have an older sister and brother, I just need a little brother or a cute little sister!

The younger me knew nothing - not a bit.

As the matter of fact, my sister and my brother did care of me, so much more than I had ever thought! I used to ask this and that, wanted A and B, demanded to what and what. And at the time like that, they used to follow my wish and made me happy. They even care about my education. They were the one who taught me how to read, count, write, and how to read Qur’an. When their school started a bit late than usual, they walked me to the kindergarten, or even they picked me up and walked me home. They sometimes took me where they went to play with their friends. We watched the TV together, we spent much time together and I was happy. But stupid of the younger me—I didn’t realized how much the meaning of those all togetherness!

Now it is hard to make some time to be with them... I regretted cause I didn't keep enough memories about our times together back then..

I was not a cute little sister that would smile to them and made them happy. No, I know I wasn’t that type of little sister. To be honest, I was a total crybaby, spoiled, persistent, and very annoying! So they needed to be extra-patient and often succumb to their little sister (I wonder if they're happy having me as their little sister, have they ever fed up with me? They supposed to be, I guess). That’s why, they are the best!

As I got older and older, I got to understand more about them and got the view from their side. They had the responsibility from my parents to take care of me, even educate me. I no longer yearned for younger sibling. I am contented with all I have now, they’re so much more than enough for me.
As the time going I realized how much I love them. How much I need them by my side. How big their role of making me as the Nadhila today. They’re irreplaceable, priceless.



To me, sibling-hood is amazing.
Siblings ~ they’re s very good friend who know you best, more than any best friends you ever have, they’re someone you know from your/their born, someone who grows up with you and ready to accept you whatever happen to you, someone who knows how bad you look when you woke up in the morning - yet, they love you, someone who accompany you going on the path of your life, they will definitely be by your side in your ups and downs during your life journey, and of course they are Allah SWT’s great mercy to you, because they’re yours ~ they are bonded to you as your family .

I definitely will write more about my sister and my brother. I just wanna share to the world, how grateful I am having them as my family!

わたし は おねえちゃん と おにいちゃん が いちばん すきです!
我爱 你们,姐姐 何 哥哥!
I love you, mbak mas..
f o r e v e r ! :)

Thursday, April 22, 2010

Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler: Beda banget, tapi sama bagusnya! Part II

Setelah aku lulus SMP dan diterima di SMA Negeri 1 Purwokerto...

Aku seneng ~ akhirnya aku jadi anak biasa! Yay!!!!
Waktu sekolahku mau membuka kelas Aksel lagi, aku dengan tegas bilang ”Nggak mau! I’ve got enough.” I wanna taste a common life. Cukuplah aksel di SMP aja.

Aku bener-bener ngerasa bebas, kaya burung yang dilepas keluar dari sangkarnya. Akhirnya aku bisa mengejar harapan-harapanku di kehidupan sekolah. Aku pengen bisa ikut ekskul yang aku suka, aku bisa aktif organisasi, aku bisa bertemen dengan siapa aja, aku bisa kenal kakak kakak kelasku ~ pokoknya semua keinginanku yang nggak bisa terwujud dengan baik selama aku jadi Acceleran. Intinya aku pengen jadi : Anak Biasa, titik.

Tapi pertamanya ada masa adaptasi dulu, dan harus kuakui, aku agak sedikit lama beradaptasi (liat posting sebelumnya – Anata ga Daisuki, Paskibra!)
Yaa biasanya pelajarannya cepet, biasanya temen-temen kelasku full perhatian ke pelajaran dan nggak ngelakuin yang lain-lain, biasanya aku semangat ikut pelajaran, dan waktu itu aku berada di suasana yang bener-bener berbeda. Agak kaget juga, oh jadi gini ya kelas reguler...

Dulu di aksel tugas-tugasku selalu selesai on-time, ya kalopun telat pada akhirnya bisa aku selesaikan sendiri. Sekarang aku mengalami gradak-gruduknya minjem PR temen, nyalin PR bener-bener dari awal sampe akhir (which is something we never do or moreover, prohibited, in my class back then!), ngeliat dengan mata kepala sendiri tingkah nyontek ulangan temen-temenku (another PROHIBITED thing to do at my acc-class), ngerasain rasa males anak SMA untuk merhatiin pelajaran dan malah baca komik, ato nggambar, ato ndengerin musik, bahkan berani tidur di tengah-tengah pelajaran ( ga pernah ada sejarahnya di aksel!), dan banyak banyak banyak yang lain.
Juga ngerasain sibuknya di organisasi, ikut ekskul, senengnya main sama temen se-perkumpulan, susah payahnya ikut bikin acara untuk temen-temen di sekolah, dsb dsb dsb.
Intinya: ngerasain rasanya nggak terus-terusan mikirin pelajaran tugas ulangan dan sebangsanya. what an experience. seriously, being a regular student is another kind of business, something a lot different and has its own wonderful sides.

Dari cerita panjangku itu, sebenernya aku mau ngomong:

Kelas Aksel dan Kelas Reguler itu bener-bener beda. Masing-masing punya nilai plus dan minusnya masing-masing, tergantung dari mana kita memandang.
Di kelas Aksel bagusnya yaa banyak: iklim belajar yang bagus dan sehat, kompetisi yang ketat dan menantang semangat belajar, hubungan yang solid sama temen sekelas, fasilitas dan perhatian sekolah yang jelas ada buat kami, lulus cepet, dan banyaak plus plus yang lain. Tapi jangan salah, banyak juga keterbatasan di aksel. di aksel harus siap menghadapi tugas-tugas, yang percayalah, akan selalu ada, dan ulangan-ulangan yang berderet-deret. Nggak bisa main sebanyak temen-temen biasa, nggak bisa ikut eksis di sekolah lewat organisasi dan ekskul, dan mau ga mau menerima pujian dan cercaan sekaligus dari berbagai pihak (ya sok eksklusiflah, sombong lah, dsb). Tapi harus aku bilang : kehidupan Aksel SMPku wonderful dan I never regretted being an Acceleran. Masih banyak nikmat-nikmatnya di Aksel, trust me.

Tapi jadi anak reguler juga bukan berarti gampang, banyak tantangan yang dihadapi anak biasa yang nggak dirasain sama anak aksel. Jangan sangka persaingannya nggak ketat. Kalo males ya ketinggalan, harus tetep effort untuk keep up with lessons, karna pelajaran SMA tingkat kesulitannya lebih tinggi. Apalagi buat anak-anak yang aktif di organisasi, mereka punya masalah baru seperti membagi waktu main, organisasi, ekskul, dan tugas tugas juga ulangan. *Menurutku pada umumnya anak Aksel nggak sempet untuk aktif di organisasi, di SMP aja susah, apalagi aksel SMA yaa? Dan anak aksel sudah cukup lelah mikirin pelajaran shinkansen mereka~kilat!*

Iklim belajar kita di reguler jelas beda sama aksel semua anaknya sama-sama belajar keras dan bareng-bareng mengejar materi terus, jadi perbedaan prestasi dan nilai anak reguler sama anak aksel itu wajar sekali. Sangat wajar, karena banyak faktor yang melatarbelakangi. Dan anak aksel difasilitasi macem-macem, sip banget lah. Mule dari kelas bagus, guru-guru terbaik sekolah, everlasting perhatian dari guru dan sekolah, didukung psikolog khusus, dan fasilitas spesial lain.

Jadi anak reguler juga enak lho, aku ngerasain sendiri. Rasa enaknya di aksel dan di reguler itu ga bisa di samain, mereka dua hal yang berbeda. Dan ngga bisa ditimbang lebih berat mana kadar enaknya di aksel sama di reguler, karna keduanya enak, tapi tidak bisa dibandingkan. Ya itu tadi, mereka berbeda. Bisa dianalogikan dengan peru tanyaan "lebih enak mana jadi perempuan atau laki-laki?" nggak bisa dibandingin kan? karna mreka itu berbeda.

~ ~ ~ ~ ~ ~

Tanpa aku nulis posting ini pun aku yakin orang-orang tau kalo aksel dan reguler itu berbeda. Tapi niatku nulis posting ini adalah supaya orang nggak terlalu menggampangkan reguler, ato terlalu meninggikan aksel, karena keduanya bukan hal yang sama, masing-masing punya tantangan yang berbeda dan kenikmatan yang juga jelas beda ~ jadi nggak bisa digeneralisasikan, nggak bisa gitu aja dibanding-bandingkan.

Dua-duanya sama bagus kok, meskipun keduanya menawarkan ”kehidupan” yang berbeda, tapi dua-duanya tetep bisa dinikmati, dan hidup tetap bisa menyenangkan apapun yang dipilih.
Yang jelas sama di keduanya: Bertujuan untuk menciptakan penerus bangsa yang kompeten, yang bisa melanjutkan pembangunan bangsa!

SEMANGAT yaaaa, untuk semua pelajar Indonesia, di kelas biasa dan di kelas Aksel!

Live life, love life, and enjoy life!

Part II - end.

Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler: Beda banget, tapi sama bagusnya! Part I

Ini tanggapanku tentang dua kelas itu, sekadar menuangkan buah pikir saja.


Kelas Aksel dan regular, exactly, they are totally different. Indeed, aku yakin ngga ada yang menyangkal.

Dua tahun lalu hidupku berotasi di SMP N 1 Purwokerto dan kelas Akselku *Laskar Genta ~ Kelas Akselerasi Generasi Pertama*, tugas-tugasku yang ada sepanjang waktu, ulangan-ulanganku yang saking seringnya sampe kebiasaan dan hilang rasa “this is Exam!”, dan teman-teman Laskar Genta-ku juga guru-guruku.

Ceritanya panjang sampai akhirnya aku bisa jadi nomor presensi 14 di Kelas Akselerasi 1 tahun 2007. Ya, aku excited seneng bangga. Tapi aku juga sadar, banyak sekali tantangan di depanku, ya segalanya yang bakal aku hadapi untuk menyelesaikan pelajaran 3 tahun dalam 2 tahun saja. Siap-siap mengorbankan waktu main, belajar ekstra, dsb dsb dsb…

Awalnya penyesuaian dulu. Pertama-pertama aku agak kaget melihat dalam 1 hari tugasnya ini inu ino ine, besoknya dapet tugas apa api apu apo, besoknya ulangan itu besoknya ito besoknya iti. Kagetlah, jelas. Masa SD kan masih santai, tugas ga begitu banyak dan nggak macem-macem.

Ya sejak masuk aksel, akhirnya adaptasi deh. Setiap ada tugas cepet diselesain ( soalnya deadlinenya mepet juga), perhatian full ke pelajaran selama KBM - bener bener jarang ngobrol, believe me. Kami semua peduli dan serius ke pelajaran. Materinya cepet, sekali selesai dan lembaran ditutup, ngga akan dibuka lagi. Makanya kalo ketinggalan, beuh, susah ngejernya – need extra effort jelas. Dan satu lagi yang jelas, persaingan di Aksel itu ketat banget, yang mau jadi Top di aksel emang harus kerja keras dan itu nggak gampang. .

Hm, meskipun persaingannya ketat, biasanya (baca: Laskar Genta contohnya) anak aksel tu lengket sama temen-temen kelasnya, kompak, solid, dan sangat menyatu. Ya gimana enggak, kita suka duka bersama, berjuang bersama, dan sama-sama punya 1 kehidupan, ya kehidupan anak aksel, yang nggak bisa dirasain sama anak lain. Side-effectnya? Aku tau temen-temen se-SMPku, kakak kelasku, tapi aku nggak kenal mereka dan mereka nggak kenal kami. Bukan maksud mengeksklusifkan diri (percayalah, kami tidak suka di-eksklusifkan dan terlalu dibangga-banggakan di depan teman-teman reguler), tapi emang susah berbaur dan nyediain waktu untuk ngobrol dan saling mengenal sama temen-temen reguler. Akhirnya hidupku cuma berotasi seputar kelasku aja, nggak pernah jauh-jauh dari itu.

Maaf, aku nggak bisa menjelaskan detail tentang aksel, too much to tell soalnya. Suatu saat mungkin aku akan bikin posting khusus ngomongin aksel yang aku tahu. Mungkin, dan niatnya hanya sekedar berbagi.


Itu kehidupan Aksel-SMP-ku. Sekarang, aku hidup di kehidupan yang bener-bener beda sama 2 tahun itu. SMA di kelas reguler. Wah beneran beda, dan butuh waktu penyesuaian juga.

To be Continued ~~~~~

Friday, April 02, 2010

Anata ga daisuki, PASKIBRA!

Sekolahku, SMA N 1 Purwokerto punya banyak organisasi siswa, salah satunya Pasukan Pengibar Bendera atau Paskibra, dan sering disingkat lagi jadi Paskib. Tanpa aku sadar, aku jatuh cinta dengan organisasi ini.



Masa peralihanku diawali di Masa Orientasi Siswa di SMANSA. Di MOS itulah aku kenal sebuah organisasi Paskibra untuk pertama kalinya. Kesanku: KEREN! Aku liat extra-show dari Paskib yang nampilin semacam variasi PBB. Keren banget! Aku emang suka sama hal-hal yang berkaitan tentang Paskibra sejak kecil karna rutin nonton Pengibaran Bendera 17 Agustus di tv tiap taun. Tapi sebenernya waktu itu aku masih biasa aja ke Paskib, belum ada niat macem macem. Kenapa? Karna organisasi n ekskul lain di SMANSA juga keren keren pas extra-show, jadi aku melihat keseluruhannya secara umum "baik", ga ada minat yang sangat menonjol gitu.

ketika rangkaian kegiatan Masa Orientasi Siswa selesai, aku mulai menjalani kehidupan SMA-ku. Masih penyesuaian, iya. Aku pikir aku termasuk easy-adapting ones, ternyata aku butuh waktu yang agak lama untuk menyesuaikan diri di kehidupan baruku. Aku dateng ke sekolah tiap hari, ikut pelajaran dengan baik dan antusias, creating good image ke guru-guru, kenalan sama banyak temen baru, tapi harus aku bilang kalo hidupku hampa. Ada masa masa aku males sekolah, which is something I never felt all my life! Aku selalu suka sekolah sejak aku kenal apa itu sekolah. tapi waktu itu aku jadi nggak tertarik sama sekolah. Kenapa? Karna hidupku hampa. Sekolah nggak menarik lagi.

Aku bertahan. Aku emang belum dapet ritme di lingkungan baruku, tapi aku bertekad kalo aku harus dapet ritmenya. Aku pasti bisa menyesuaikan diri di sekolah favorit ini.

Terus aku ikut Lomba Baris berbaris tahunan untuk memperingati HUT Republik Indonesia. Aku memilih ikut barisan OSIS, karna aku emang niat jadi pengurus OSIS sejak SMP. Sejak saat itulah aku makin kenal sama yang namanya Paskibra, karna kaka kaka dari Paskibra Angkatan XVIII-lah yang melatih tim PBB OSIS SMANSA. Dari tim PBB itu aku kenal makin banyak temen yang menarik. Setelah itu ada perekrutan anak kelas X yang minat jadi PASPARA, Pasukan Upacara, untuk menyukseskan Pengibaran Bendera 17 Agustus di SMANSA. Aku minat dong, aku mengajukan diri untuk bergabung. Oke singkatnya, akhirnya aku bener-bener tergabung dalam Paspara, dan dapet tugas jadi Pembaca Teks Pembukaan UUD 1945.
Kaka kaka pelatih dari Paskib, dengan cara-cara mereka, berhasil bikin kami PASPARA jadi kompak, merasa saling memiliki, sayang satu sama lain bahkan, dan ngerasa bener-bener jadi keluarga. Pokoknya ikatan kami Paspara itu keren, solid, dan kami bangga punya keluarga di Paspara. Dan sejak jadi Paspara, aku punya niat: aku pengen masuk Paskibra SMANSA!

Saat aku terikat sama Paspara, aku mulai ngerasain feel jadi anak SMA. Ngerasain feel pake seragam putih-abu abu favoritku, ngerasain feelnya waktu ngobrol bareng temen, mulai ketawa ketawa, dan mulai benar-benar hidup di kehidupan baruku - hidupku nggak hampa lagi.

Aku yakin banget tentang satu hal waktu itu : aku cinta temen-temenku di Paspara, mereka keluarga pertamaku di kehidupan SMA yang bener-bener asing, aku ngerasa bisa menyatu jadi 1 bagian utuh dengan mereka, aku ngerasa punya "somewhere I belong" di SMANSA, aku nggak mau pisah dari mereka, walaupun tugas Paspara kita udah selesai.
Ternyata perasaan itu dirasakan juga oleh temen temen Paspara. So, sebagian besar Paspara ngelanjutin untuk gabung di organisasi Paskibra.

Niat awalku gabung di Paskibra itu sebenernya karna aku cinta Indonesia. Aku pengen melakukan sesuatu buat Indonesia. Aku percaya Paskibra bisa membantuku mengembangkan ketrampilan ketrampilan yang aku butuhkan untuk mewujudkan niat dharma baktiku untuk Indonesia. Karena aku masih SMA, aku belum bisa melakukan banyak hal buat Indonesia. Aku harap dengan gabung di Paskibra, setidaknya bisa menunjukkan upaya bela negaraku, meskipun mungkin belum ada artinya. Nah, waktu keluarga Pasparaku mau gabung di Paskib juga, wah niatku makin mantap gabung di Paskibra.

Makin lama aku kenal Paskibra, mempelajari, melakukan, dan mencintai adat dan tradisi Paskibra, mulai menyelami makin dalam lagi di Paskibra, mengenali sosok kakak-kakak dari Paskibra yang admirable and inspirable indeed, melihat dan merasakan dengan jelas ikatan keluarga di Paskibra -- aku makin kenal dan rasa cinta ke Paskibra mulai berakar kemudian tumbuh subur tanpa aku sadari.

So, dari cerita panjang lebar dan nggak pentingku, bisa ditarik kesimpulan. Tak kenal maka tak sayang, bener banget itu. Berawal dari kenal Paspara, cinta Paspara terus jadi kenal Paskibra dan cinta Paskibra.

Banyak hal-hal yang aku suka di kehidupan SMA-ku, banyak kegiatan yang aku ikuti di kehidupan SMA-ku yang secara umum "lebih jelas manfaatnya" daripada Paskibra. Tapi aku nggak pernah nyesel gabung di Paskibra, jadi keluarga besar Paskibra.
Kenapa? Another simple reason: Karena aku kenal dan paham Paskibra, dan karena sebagian jiwaku, diriku, dan hidupku ada di Paskibra.

Anata ga daisuki, Paskibra!
I love you, Paskibra. Dimana pun, sampai kapan pun, Paskibra bakal tetep memegang peranan penting di perjalanan hidupku. Karena aku menjadi aku yang sekarang salah satunya karna tempaanmu, Paskibra.

KRIDANING TARUNA MANGGALANING NAGARI!
PASKIBRA SMANSA JAYA!